1.1 Hakikat Morfologi
Secara etimologis kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara
harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu
mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai
bentuk-bentuk dan pembentukan kata’, sedangkan di dalam kajian biologi
morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau
jasad-jasad hidup’.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah
bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi
kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu,
pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai
komponen atua unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar
maupun morfem afiks, dengan alat proses pembentukan kata ituyaitu afiks dalam
proses pembentukan kata melalui proses pembentukan kata melalui proses
afiksasi, duplikasi atau pemngulangan dalam proses reduplikasi, penggabungan
dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi, dan sebagainya. Jadi,
ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna
sesuai dengan keperluan dalam satu tindk pertuturan.
1.2 Morfologi dalam Linguistik
Di
dalam hirerarki linguistik, kajian morfologi berada di antara kajian fonologi
dan sintaksis seperti tampak pada bagan berikut :
|
Wacana
|
|
Sintaksis
|
|
Morfologi
|
|
Fonologi
|
Sebagai
kajian yang terletak di anatar kajian fonologi dan sintaksis maka kajian
morfologi itu mempunyai kaitan baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis.
Keterkaitannya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem
akibat adanya proses morfologi, seperti munculnya fonem /y/ pada dasar hari
bila diberi surfiks –an.
Hari
+
an [Hariyan]
Atau pindahnya konsonan /b/ pada jawab apabila
diberi surfiks -an
jawab
+
an ja.wa.ban
lalu keterkaitan antara morfologi dan sintaksis
tampak dengan adanya kajian yang disebut morfosintaksis (dari gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena adanya masalah morfologi yang
perlu dibicarakan bersama dengan masalah sintaksis. Misalnya, satuan bahasa
yang disebut kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan
dalam kajian sintaksis merupakan satuan terkecil dalam pembentukan kalimat atau
satuan sintakssi lainya. Jadi, satuan bahasa yang disebut kata itu menjadi
objek dalam kajian morfologi dan kajian sintaksis. Dalam bagan berikut dapat
dilihat kedudukan kata dalam keseluruhan objek kajian linguistik.
|
Wacana
|
|
Kalimat
|
|
Klausa
|
|
Frasa
|
|
Kata
|
|
Morfem
|
|
Fonem
|
|
Fon
|
|
Kajian Morfologi
|
|
Kajian Fonologi
|
|
Kajian Sintakasis
|
1.3 Morfologi dan Ilmu Kebahasaan Lain
Sebagai
ilmu yang mengambil salah satu bagian dari kebahasaan, tentu saja morfologi
mempunyai hubungan dengan ilmu kebahasaan lainnya, seperti :
1)
Dengan Leksikologi
Dari namanya, jelas bahwa morfologi ilmu tentang
bentuk dari pembentukan kata, sedangkan leksikologi adalah ilmu mengenai
leksikon yang satuannya disebut leksem. Morfologi
lebih mengarah kepada masalah proses pembentukan kata sedangkan leksikologi
lebih mengarah pada kata yang sudah jadi, baik yang terbentuk secara arbiter,
maupun yang terbentuk sebagai hasil morfologi. Dalam hal semantik, kalau
morfologi membicarakan makna gramatikal, maka leksikologi membicarakan makna
leksikal dengan berbagai aspek dan masalahnya.
2)
Dengan Leksikografi
Sebenarnya leksikografi adlah kelanjutan kerja dari
leksikologi dalam arti kalau hasil kerja leksikologi dituliskan, maka proses
kerja penulisan itu adalah disebut leksikografi, dan hasilnya adalah sebuah
kamus. Jelas, dalam proses penyusunan kamus bidang morfologi ini memegang
peranan penting. Sebagian besar proses penyusunan kamus “mengurusi” masalah bentuk dan pembentukan
kata, dan yang yang sebagian lagi adalah berkenaan dengan kerja penyususnan
definisi, atau penjelasan mengenai makna kata.
3)
Dengan Etimologi
Morfologi membicarakan proses pembentukan kata yang
berlaku secara umum sebagai suatu sistem berkaidah. Sedangkan etimologis
membiacarakan pembentukan atau terbentuknya kata atau asal-usul yang tidak
berkaidah, misalnya kata sinonim berasal
dari bahasa Yunani syn yang artinya
‘dengan’ dan kata bahasa Yunani Onoma
yang berarti ‘nama’. Contoh lain kata sekaten
(dalam bahasa Jawa) berasal dari kata bahasa arab Syahadatain (yaitu ucapan dua kalimat Syahadat).
4)
Dengan Filologi
Morfologi membicarakan proses pembentukan kata dari
sebuah dasra melalui salah satu proses morfologi sehingga terjadi kata.
Sedangkan filologi membicarakan kata yang terdapat dalam naskah kaitanyannya
dengan sejarah dan budaya.
1.4 Objek Kajian Morfologi
Objek
kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan
alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah :
1)
Moerfem (kata
atau afiks).
2)
Kata.
Lalu, proses morfologi melibatkan komponen :
1)
Dasar (bentuk
dasar).
2)
Alat pembentuk
(afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konvensi).
3)
Makna
gramatikal.
Morfem adalah
satuan gramatikal terkecil yang bermakna. Morfem ini dapat berupa akr (dasar)
dan dapat pula berupa afiks. Bedanya, akar dapat menjadi dasar dalam
pembentukan kata, sedangkan afiks hanya “menjadi” penyebab terjadinya makna
gramatikal. Kemudian kata adalah
satuan gramatikal terjadi sebagai hasil
dari proses morfologis. Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar
dan dalam tataran sintaksismerupakan satuan terkecil. Secara bersendiri setiap
kata memiliki makna leksikal dan dalam kedudukannya dalam satuan ujaran
memiliki makna gramatikal.
Dalam proses morfologi,
dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologi. Dasar
ini dapat berupa bentuk polimorfemis (bentuk berimbuhan, bentuk ulang, atau
bentuk gabungan). Alat pembentukan kata dapat berupa afiks dalam proses
afiksasi, dapat berupa pengulanagn dalam proses reduplikasi, dan berupa
penggabungan dalam proses komposisi.
Makna gramatikal adalah
makna yang “muncul” dalam proses gramatika. Makna gramatikal ini biasa didikotomikan
dengan makna leksikal, yakni makna yang secara inheren dimiliki oleh sebuah
leksem. Makna gramatikal ini mempunyai hubungan dengan makna leksikal setiap
dasar (akar).
1.5 Struktur, Sistem dan Distribusi Morfologi
Untuk memahami yang dimaksud dengan struktur,
sistem, dan distribusi morfologi, kita perlu melihat kembali konsep yang
diberikan Ferdinan de Saussure (1966). De Saussure membedakan adanya dua macam
hubungan yang terdapat anatar satuan-sataun bahasa yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif. Yang dimaksud dengan hubungan
sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara hsatuan-satuan bahasa di dalam
kalimat yang konkret tertentu sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan antara satuan-satuan bahasa
dalam kalimat tertentu dengan terdapt did alma kalimat lainnya. Jadi, kalau
hubungan sintagmatik bersifat linier karena satuan-satuan tersebut berbeda
dalam satu ujaran (kalimat); sedangkan hubungan asosiatif tidak bersifat linier
karena berada dalam ujaran atau kalimat yang lain.
Louis Hjelmelev, seorang linguis Denmark (Chaer
2004) mengambil konsep De Saussure dan
mengganti istilah asosiasi dengan istilah paradigmatik. Kemudian Firth seorang
linguis Inggris menyebut hubungan sintagmatik itu dengan istilah Struktur, dan hubungan paradigmatik
dengan istilah Sistem. Dengan
demikian dapat dikatakan struktur adalah hubungan bagian-bagian kalimat secara
linier, sedangkan sistem adalah hubungan bagian-bagiankalimat yang satu dengan
yang kalimat yang lain, fakta dalam bahasa Indonesia bahwa objek selalu
terletak di belakang predikat adalah masalah struktur. Fakta adanya kata kerja
aktif dan kata kerja pasif dalam bahasa Indonesia adalah menyangkut masalah
sistem.
Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi,
yaitu masalah dapat tiadaknya suatu kontituen diganti dengan konstituen lain
dalam kalimat tertentu.
1.6 Model/Teknik Analisi Morfologi
Dalam kajian morfologi
ada digunakan bebrapa model atau teknik dalam menganalisis satuan-satuan
morfologi. Di anataranay (a) Teknik analisis unsur bawahan langsung (Immerdiate Constituen Analysis); (b) Model
kata dan paradigma (Word and Paradigma
Model); (c) Model tata nama (Name and
Arrangement Model); dan (d) Model proses (Name and Prosess Model). Secara singkat keempatnya kan dijelaskan
di bawah ini.
Teknik analisis bawahan
langsung (Immerdiate Constituen Analysis)
pada dasarnya menyatakan bahwa setiap satuan bahasa (yang bukan akar) terdiri
atas dua unsur langsung yang mambangun satuan bahasa itu. Misalnya bentuk pekerja terdiri dari unsur langsung pe-
dan kerja, bentuk makanan terdiri
dari unsur langsung makan dan –an, dan bentuk pertemuan terdiri dari unsur langsung temu dan konfiks per-an. Dalam melakukan analisi dengan
teknik ini, perlu diperhatikan makna dari bentuk tersebut. Misalnya bentuk
berpakaian unsur langsungnya adalah prefik ber-
dan pakaian. Mengapa? Karena makna
bentuk berpakaian adalah ‘mengenakan
pakaian’. Lalu, bentuk pakaian unsur langsungnya pakai dan surfik –an. Secara keseluruhan anilisi bentuk berpakaian kalau dibagankan menjadi sebagai
berikut.
Ber pakai an
Bentuk
membacakan dapat dianalisi atas unsur
langsung mem- dan bacakan, tetapi juga dapat dianalisi
atas membaca dan –kan. Namun, menurut makna dan unsur pembentukannya, unsur-unsur
langsungnya me- dan bacakan. Jadi surfiks –kan lebih dahulu diimbuhkan pada akar baca menjadi bacakan. Baru kemudian diimbuhkan prefiks me- sehingga menjadi membacakan.
Jika di bagankan akan menjadi sebagai berikut.
Mem baca kan
Dan bukan
Mem baca kan
Model paradigma adalah model analisi morfologi yang
tentua dalam sejarah linguistik. Dalam model ini yang dijadikan satuan dasar
adalah kata, dan unsur-unsur kata,
yakni morfem. Dalam model ini kata pembaca,
misalnya disajikan bersama dengan kata-kata lain, yang mengandung bentuk-bentuk
yang mirip.
Pembaca
Membaca
Bacaan
Terbaca
Pembacaan
Dalam model tata nama
disajikan unsur-unsur gramatikal, yakni morfem, serta diperlihatkan bagaimana
hubungan diantara unsur-unsur itu. Kata pembaca,
misalnya, terjadi dari morfem afiks pe-
dan morfem baca; dan kata bacaan terjadi dari morfem baca dan
morfem surfiks –an.
Dalam proses model
setiap bentuk kompleks diakui terjadi sebagai hasil satu proses yang melibatkan
dua buah komponen yaitu dasar dan proses. Pada kata pembaca, misalnya dasarnya adalah baca dan prosesnya adalah prefiksasi dengan prefiks pe- dan pada
kata pembacaan dasarnya adalah baca dan prosesnya adalah konfiksasi dengan
konfiks pe-an. Pada kata keterbacaan
prosesnya berlangsung dua tahap: mula-mula dasar baca diberi proses dengan prefiksasi ter-, setelak itu diberi proses konfiksasi ke-an.
Bagaimana dengan
terjadinya bentuk pelajar dan pengajar. Dalam hal ini bentuk pelajar bukan terbentuk dari dasar ajar
dan prefiks pe- dan bentu pengajar juga bukan berasal dari dasar ajar dan prefiks pe- kalau terjadi seperti ini tidak terlihat beda keduanya (pelajar
dan pengajar). Bentuk belajar dan pengajar memang terbentuk dari dasar
yang sama, yaitu dasar ajar. Namun
proses pembentukannya berbeda. Bentuk pelajar
terbentuk melalui bentuk belajar,
sedangkan bentuk pengajar terbentuk
melalui bentuk mengajar. Dilihat dari
segi sematik pun akan tampak jelas, bahwa pelajar
adalah orang yang belajar, dan pengajar adalah orang yang mengajar. Simak bagan berikut:
|
Belajar
|
|
Pelajar
|
|
Pengajar
|
|
Mengajar
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar