Senin, 16 Desember 2013

Morfologi



1.1  Hakikat Morfologi
Secara etimologis kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata  morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata’, sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atua unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan alat proses pembentukan kata ituyaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses pembentukan kata melalui proses afiksasi, duplikasi atau pemngulangan dalam proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindk pertuturan.

1.2  Morfologi dalam Linguistik
Di dalam hirerarki linguistik, kajian morfologi berada di antara kajian fonologi dan sintaksis seperti tampak pada bagan berikut :
Wacana
Sintaksis
Morfologi
Fonologi
Sebagai kajian yang terletak di anatar kajian fonologi dan sintaksis maka kajian morfologi itu mempunyai kaitan baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis. Keterkaitannya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi atau morfofonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat adanya proses morfologi, seperti munculnya fonem /y/ pada dasar hari bila diberi surfiks –an.
Hari  +  an                              [Hariyan]
Atau pindahnya konsonan /b/ pada jawab apabila diberi surfiks -an
jawab  +  an                            ja.wa.ban
lalu keterkaitan antara morfologi dan sintaksis tampak dengan adanya kajian yang disebut morfosintaksis (dari gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena adanya masalah morfologi yang perlu dibicarakan bersama dengan masalah sintaksis. Misalnya, satuan bahasa yang disebut kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksis merupakan satuan terkecil dalam pembentukan kalimat atau satuan sintakssi lainya. Jadi, satuan bahasa yang disebut kata itu menjadi objek dalam kajian morfologi dan kajian sintaksis. Dalam bagan berikut dapat dilihat kedudukan kata dalam keseluruhan objek kajian linguistik.

Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem
Fonem
Fon
Kajian Morfologi
Kajian Fonologi
Kajian Sintakasis

1.3  Morfologi dan Ilmu Kebahasaan Lain
Sebagai ilmu yang mengambil salah satu bagian dari kebahasaan, tentu saja morfologi mempunyai hubungan dengan ilmu kebahasaan lainnya, seperti :
1)      Dengan Leksikologi
Dari namanya, jelas bahwa morfologi ilmu tentang bentuk dari pembentukan kata, sedangkan leksikologi adalah ilmu mengenai leksikon yang satuannya disebut leksem. Morfologi lebih mengarah kepada masalah proses pembentukan kata sedangkan leksikologi lebih mengarah pada kata yang sudah jadi, baik yang terbentuk secara arbiter, maupun yang terbentuk sebagai hasil morfologi. Dalam hal semantik, kalau morfologi membicarakan makna gramatikal, maka leksikologi membicarakan makna leksikal dengan berbagai aspek dan masalahnya.
2)      Dengan Leksikografi
Sebenarnya leksikografi adlah kelanjutan kerja dari leksikologi dalam arti kalau hasil kerja leksikologi dituliskan, maka proses kerja penulisan itu adalah disebut leksikografi, dan hasilnya adalah sebuah kamus. Jelas, dalam proses penyusunan kamus bidang morfologi ini memegang peranan penting. Sebagian besar proses penyusunan kamus  “mengurusi” masalah bentuk dan pembentukan kata, dan yang yang sebagian lagi adalah berkenaan dengan kerja penyususnan definisi, atau penjelasan mengenai makna kata.
3)      Dengan Etimologi
Morfologi membicarakan proses pembentukan kata yang berlaku secara umum sebagai suatu sistem berkaidah. Sedangkan etimologis membiacarakan pembentukan atau terbentuknya kata atau asal-usul yang tidak berkaidah, misalnya kata sinonim berasal dari bahasa Yunani syn yang artinya ‘dengan’ dan kata bahasa Yunani Onoma yang berarti ‘nama’. Contoh lain kata sekaten (dalam bahasa Jawa) berasal dari kata bahasa arab Syahadatain (yaitu ucapan dua kalimat Syahadat).
4)      Dengan Filologi
Morfologi membicarakan proses pembentukan kata dari sebuah dasra melalui salah satu proses morfologi sehingga terjadi kata. Sedangkan filologi membicarakan kata yang terdapat dalam naskah kaitanyannya dengan sejarah dan budaya.

1.4  Objek Kajian Morfologi
Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah :
1)      Moerfem (kata atau afiks).
2)      Kata.
Lalu, proses morfologi melibatkan komponen :
1)      Dasar (bentuk dasar).
2)      Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konvensi).
3)      Makna gramatikal.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang bermakna. Morfem ini dapat berupa akr (dasar) dan dapat pula berupa afiks. Bedanya, akar dapat menjadi dasar dalam pembentukan kata, sedangkan afiks hanya “menjadi” penyebab terjadinya makna gramatikal. Kemudian kata adalah satuan gramatikal terjadi  sebagai hasil dari proses morfologis. Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar dan dalam tataran sintaksismerupakan satuan terkecil. Secara bersendiri setiap kata memiliki makna leksikal dan dalam kedudukannya dalam satuan ujaran memiliki makna gramatikal.
Dalam proses morfologi, dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologi. Dasar ini dapat berupa bentuk polimorfemis (bentuk berimbuhan, bentuk ulang, atau bentuk gabungan). Alat pembentukan kata dapat berupa afiks dalam proses afiksasi, dapat berupa pengulanagn dalam proses reduplikasi, dan berupa penggabungan dalam proses komposisi.
Makna gramatikal adalah makna yang “muncul” dalam proses gramatika. Makna gramatikal ini biasa didikotomikan dengan makna leksikal, yakni makna yang secara inheren dimiliki oleh sebuah leksem. Makna gramatikal ini mempunyai hubungan dengan makna leksikal setiap dasar (akar).
1.5  Struktur, Sistem dan Distribusi Morfologi
Untuk memahami yang dimaksud dengan struktur, sistem, dan distribusi morfologi, kita perlu melihat kembali konsep yang diberikan Ferdinan de Saussure (1966). De Saussure membedakan adanya dua macam hubungan yang terdapat anatar satuan-sataun bahasa yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan asosiatif. Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara hsatuan-satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu sedangkan hubungan asosiatif  adalah hubungan antara satuan-satuan bahasa dalam kalimat tertentu dengan terdapt did alma kalimat lainnya. Jadi, kalau hubungan sintagmatik bersifat linier karena satuan-satuan tersebut berbeda dalam satu ujaran (kalimat); sedangkan hubungan asosiatif tidak bersifat linier karena berada dalam ujaran atau kalimat yang lain.
Louis Hjelmelev, seorang linguis Denmark (Chaer 2004) mengambil konsep De Saussure  dan mengganti istilah asosiasi dengan istilah paradigmatik. Kemudian Firth seorang linguis Inggris menyebut hubungan sintagmatik itu dengan istilah Struktur, dan hubungan paradigmatik dengan istilah Sistem. Dengan demikian dapat dikatakan struktur adalah hubungan bagian-bagian kalimat secara linier, sedangkan sistem adalah hubungan bagian-bagiankalimat yang satu dengan yang kalimat yang lain, fakta dalam bahasa Indonesia bahwa objek selalu terletak di belakang predikat adalah masalah struktur. Fakta adanya kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam bahasa Indonesia adalah menyangkut masalah sistem.
Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi, yaitu masalah dapat tiadaknya suatu kontituen diganti dengan konstituen lain dalam kalimat tertentu.
1.6  Model/Teknik Analisi Morfologi
Dalam kajian morfologi ada digunakan bebrapa model atau teknik dalam menganalisis satuan-satuan morfologi. Di anataranay (a) Teknik analisis unsur bawahan langsung (Immerdiate Constituen Analysis); (b) Model kata dan paradigma (Word and Paradigma Model); (c) Model tata nama (Name and Arrangement Model); dan (d) Model proses (Name and Prosess Model). Secara singkat keempatnya kan dijelaskan di bawah ini.
Teknik analisis bawahan langsung (Immerdiate Constituen Analysis) pada dasarnya menyatakan bahwa setiap satuan bahasa (yang bukan akar) terdiri atas dua unsur langsung yang mambangun satuan bahasa itu. Misalnya bentuk pekerja terdiri dari unsur langsung pe- dan kerja, bentuk makanan terdiri dari unsur langsung makan dan –an, dan bentuk pertemuan terdiri dari unsur langsung temu dan konfiks per-an. Dalam melakukan analisi dengan teknik ini, perlu diperhatikan makna dari bentuk tersebut. Misalnya bentuk berpakaian unsur langsungnya adalah prefik ber- dan pakaian. Mengapa? Karena makna bentuk berpakaian adalah ‘mengenakan pakaian’. Lalu, bentuk pakaian unsur langsungnya pakai dan surfik –an. Secara keseluruhan anilisi bentuk berpakaian kalau dibagankan menjadi sebagai berikut.
Ber           pakai         an


Bentuk membacakan dapat dianalisi atas unsur langsung mem- dan bacakan, tetapi juga dapat dianalisi atas membaca dan –kan. Namun, menurut makna dan unsur pembentukannya, unsur-unsur langsungnya me- dan bacakan. Jadi surfiks –kan lebih dahulu diimbuhkan pada akar baca menjadi bacakan. Baru kemudian diimbuhkan prefiks me- sehingga menjadi membacakan. Jika di bagankan akan menjadi sebagai berikut.
Mem         baca         kan


Dan bukan
Mem      baca          kan


      Model paradigma adalah model analisi morfologi yang tentua dalam sejarah linguistik. Dalam model ini yang dijadikan satuan dasar adalah kata, dan unsur-unsur kata, yakni morfem. Dalam model ini kata pembaca, misalnya disajikan bersama dengan kata-kata lain, yang mengandung bentuk-bentuk yang mirip.
Pembaca
Membaca
Bacaan
Terbaca
Pembacaan
Dalam model tata nama disajikan unsur-unsur gramatikal, yakni morfem, serta diperlihatkan bagaimana hubungan diantara unsur-unsur itu. Kata pembaca, misalnya, terjadi dari morfem afiks pe- dan morfem baca; dan kata bacaan terjadi dari morfem baca dan morfem surfiks –an.
Dalam proses model setiap bentuk kompleks diakui terjadi sebagai hasil satu proses yang melibatkan dua buah komponen yaitu dasar dan proses. Pada kata pembaca, misalnya dasarnya adalah baca dan prosesnya adalah prefiksasi dengan prefiks pe- dan pada kata pembacaan dasarnya adalah baca dan prosesnya adalah konfiksasi dengan konfiks pe-an. Pada kata keterbacaan prosesnya berlangsung dua tahap: mula-mula dasar baca diberi proses dengan prefiksasi ter-, setelak itu diberi proses konfiksasi ke-an.
Bagaimana dengan terjadinya bentuk pelajar dan pengajar. Dalam hal ini bentuk pelajar bukan terbentuk dari dasar ajar dan prefiks pe- dan bentu pengajar juga bukan berasal dari dasar ajar dan prefiks pe- kalau terjadi seperti ini tidak terlihat beda keduanya (pelajar dan pengajar). Bentuk belajar dan pengajar memang terbentuk dari dasar yang sama, yaitu dasar ajar. Namun proses pembentukannya berbeda. Bentuk pelajar terbentuk melalui bentuk belajar, sedangkan bentuk pengajar terbentuk melalui bentuk mengajar. Dilihat dari segi sematik pun akan tampak jelas, bahwa pelajar adalah orang yang belajar, dan pengajar adalah orang yang mengajar. Simak bagan berikut:


Belajar
Pelajar
 
Pengajar
Mengajar
Ajar
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar