Senin, 16 Desember 2013
Anak Autis
2.1 Pengertian Anak Autis
Istilah Autisme berasal dari kata "Autos" yang berarti diri sendiri "Isme" yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya sudah ada sejak lahir. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).
Adapun beberapa pengertian anak autis menurut para ahli, diantaranya :
1. Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
2. Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
3. Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku.
4. Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
5. Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisme berlanjut sampai dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga tahun.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
2.2 Faktor Penyebab Anak Autis.
Faktor penyebab autis hingga saat ini belum dapat dipastikan dengan pasti, karena masalah ini belum dapat terpecahkan para ahli. Meskipun belum diketahui secara jelas mengenai faktor penyebab autis pada anak, namun para ahli menduga beberapa faktor berikut ini bisa memicu terjadinya autis:
1. Faktor genetik
Faktor ini bisa menjadi penyebab kuat terjadinya autis pada anak. Misalnya salah satu anggota keluarga memiliki riwayat autis maka peluang anak atau keturunan selanjutnya terkena autis lebih besar. Kondisi ini disebabkan gangguan gen yang memiliki peran penting untuk perkembangan, pertumbuhan dan membentuk sel-sel pada otak.
2. Faktor Kandungan ( Fre- Natal )
Penyebab Autisme Juga ditemukan pada saat janin saat dalam kandungan ibu, dsebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang ibu memiliki penyakit Diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering mengkonsumsi obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut. Faktor-faktor yang memicu autis saat dalam kandungan adalah :
a. Infeksi virus saat hamil.
sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat ibu hamil di trimester pertama di duga adalah penyebab utama pemicu Autis. Sebenarnya resiko kehamilan bukan hanya berlaku untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan dengan psikologi misalnya skizofrenia.
b. Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.
Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat berpengaruh dengan perkembangan psikologi anak dalam kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan sehingga menimbulkan banyak polusi udara loebih rentan melahirkan anak autis, penelitian terbaru pada tahun 2012 menunjukan bahwa polusi udara kendaraan member dampak negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2 tahun.
3. Faktor kelahiran
Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan baha bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan ( lebih dari 9 bulan ) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. keadaan saat persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami hipoksa ( gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. secara tidak langsung bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme.beberapa bayi lahir prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang menyebabkan autisme.
4. Faktor Lingkungan
Autisme tidak hanya dikarenakan bawaan lahir, bayi yang sehat selama dalam kandunganpun memiliki resiko Autisme jika ia tumbuh dan berkembang di lingkungan yang tidak tepat. Faktor external penyebab ini antara lain adalah alergi parah, konsumsi obat-obatan,vaksin, jenis makanan tertentu dan logam berat.
2.3 Pencegahan Anak Autis.
Secara teori, penyebab dan faktor resiko dari penderita autis masih belum jelas, maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan, seseorang harus melihat dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan janin sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang bisa timbul dalam kehamilan dapat melalui beberapa cara, diantaranya :
1. Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih awal, jika perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan
2. Melakukan pemeriksaan screening secara lengkap terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, Herpes atau Hepatitis).
3. Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara rutin dan berkala.
4. Bila terdapat perdarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter kandungan. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena kelainan plasenta. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi, yang bisa mengakibatkan gangguan pada otak dan janin. Perdarahan pada awal kehamilan juga berhubungan dengan kelainan prematur atau bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir yang rendah berpotensi tinggi resiko terhadap terjadinya autis dan gangguan bahasa lainnya.
5. Berhati-hatilah minum obat selama kehamilan, bila perlu konsultasikan ke dokter terlebih dahulu. Terutama untuk obat-obatan yang diminum selama kehamilan trimester pertama. Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide (sejenis zat yang berfungsi mengikat protein Cereblon yang dapat menyebabkan cacat embrio) pada awal kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan syaraf pusat yang mengakibatkan autis dan gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara.
6. Bila bayi beresiko alergi, sebaiknya ibu mulai menghindari asap rokok, debu, atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan.
7. Hindari makanan yang terbuat dari bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan. Jaga kebersihan makanan, sanitasi, dan kebersihan diri serta lingkungan. Konsumsilah makanan yang bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur.
2.4 Diagnosis dan Terapi Bagi Anak Autis.
Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia).
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan.
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan.
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan.
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan.
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu.
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Sebelum/sembari mengikuti pendidikan formal (sekolah). Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain.
4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak lebih sempurna
6. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
7. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
8. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.
2.5 Karakteristika Anak Autis.
1. Ada 9 ciri-ciri yang khas yang menimbulkan risiko timbulnya autisme pada anak maupun bayi, di antaranya adalah :
a) Tidak mau tersenyum bila diajak tersenyum
b) Tidak bereaksi bila namanya dipanggil
c) Temperamen yang pasif pada umur enam bulan, diikuti dengan iritabilitas yang tinggi
d) Kecenderungan sangat terpukau pada benda tertentu
e) Interaksi sosial yang kurang
f) Ekpresi muka yang kurang hidup pada saat mendekati umur 12 bulan
g) Pada umur satu tahun anak-anak ini mulai menunjukkan gangguan komunikasi dan berbahasa
h) Bahasa tubuhnya kurang
i) Pengeritan bahasa reseptif maupun ekspresifnya rendah
2. Karakteristik Autisme Pada Anak
a) Komunikasi:
1) Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
2) Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.
3) Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4) Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain
5) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
6) Senang meniru atau membeo (echolalia)
7) Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
8) Sebagian dari anak ini tidak berbicara ( non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
9) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
b) Interaksi sosial
1) Penyandang autistik lebih suka menyendiri
2) Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
c) Gangguan sensoris
1) Sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3) Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
4) Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
d) Pola bermain:
1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,
2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,
3) Tidak kreatif, tidak imajinatif
4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya di putar-putar
5) Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,
6) Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
e) Tingkah Laku
1) Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang.
3) Tidak suka pada perubahan
4) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
f) Emosi:
1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan
2) temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
3) kadang suka menyerang dan merusak
4) Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
5) tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
2.6 Jenis Layanan Pada Anak Autis
Di Indonesia belum banyak tersedia berbagai fasilitas pendidikan khusus bagi anak autis usia sekolah. Itu sebabnya orang tua berbondong-bondong memasukkan putra/putrinya ke sekolah umum yang bersedia memberikan kesempatan untuk menampung individu autis. Timbul masalah baru, dimana para guru lalu merasa kewalahan dalam menangani anak-anak ini karena tidak cukup hanya memberikan kesempatan.
Bagaimanapun, tanpa membekali para guru dengan keterampilan menangani anak-anak ini, usaha mereka memberikan kesempatan bagi anak autis di sekolah umum akan terasa lebih sebagai beban, daripada jalan keluar. Guru perlu dibantu untuk memahami, apa saja masalah yang dihadapi oleh anak-anak ini.
1. Adapun tujuan pendidikan formal bagi anak autis, antara lain :
a) Mengembangkan diri sesuai dengan potensinya serta menjadi manusia mandiri dan berguna di masyarakat.
b) Agar anak mampu melakukan sosialisasi kedalam lingkungan yang umum dan bukan hanya dalam lingkungan keluarga
c) Mengajarkan materi akademik
d) Meningkatkan kemamupan bina diri dan keterampilan diri
e) Membangun komunikasi dua arah yang aktif
2. Model-Model Pendidikan Formal Untuk Anak Autis.
Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:
a) Kelas terpadu sebagai kelas transisi
Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak autistik (kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dan sebagainya). Tujuan kelas terpadu adalah untuk membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler dan belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya.
b) Program inklusi (mainstreaming)
Maksud kata ‘mainstream’ berarti melibatkan seorang anak dengan kebutuhan khusus ke dalam kelas-kelas umum. Penanganan anak sungguh-sungguh dilakukan dengan memperhatikan pada kebutuhan khusus yang ada pada anak. Tujuan orang tua memasukkan anak ke jalur pendidikan reguler bisa untuk ”academic mainstream‟ (agar anak sepenuhnya bisa mengikuti kegiatan akademis) atau “social mainstream” (agar anak dapat mengikuti kegiatan sosialisasi bersama teman sebayanya).
c) Sekolah dengan kelas khusus
Pada anak autis memang telah disediakan kelas terpadu, namun pada kenyataannya dari kelas terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, ketrampilan, dan sebagainya.
Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal. Contoh sekolah khusus: Sekolah ketrampilan, Sekolah pengembangan olahraga, Sekolah Musik, Sekolah seni lukis, Sekolah Ketrampilan untuk usaha kecil, Sekolah komputer, dan lain sebagainya.
d) Sekolah khusus autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, minat yang sesuai dengan potensi mereka.
e) Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.
f) Panti (griya) Rehabilitasi Autis
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
1) Pengenalan diri
2) Sensori motor dan persepsi
3) Motorik kasar dan halus
4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
5) Bina diri, kemampuan sosial
6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.
Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah mulai berkembang di lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.
3. Kegiatan belajar mengajar
a) Prinsip-prinsip pengajaran dan pendidikan
Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya.
Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah". Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
- Struktur waktu
- Struktur ruang, dan
- Struktur kegiatan
2) Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapi).
3) Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula selanjutnya.
4) Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Konsisten memiliki arti "Tetap", bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran di sekolah dan dirumah.
5) Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, therapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).
b) Pendekatan dan Metode
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan Pendekatan dan program individual. Sedangkan metode yang digunakan adalah merupakan perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak. Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan gambaran kongkrit tentang "sesuatu", sehingga anak dapat menangkap pesan, informasi dan pengertian tentang "sesuatu" tersebut.
c) Sarana Belajar Mengajar
Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit. Beberapa anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih dengan sarana belajar yang kongkrit
d) Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
1) Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara visual dan kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.
2) Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah. Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.
3) Evaluasi Catur Wulan
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. Heryana, Yayan & Atang Setiawan. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI PRESS
____. (2011). Autisme, Pengertian dan Definisinya. [Online]. Tersedia : http://www.duniapsikologi.com/autisme-pengertian-dan-definisinya/. 19 November 2013
____. (2013). Fakta Penyebab Autis Pada Anak. [Online]. Tersedia : http://www.topikharian.net/2013/01/fakta-penyebab-autis-pada-anak.html. 21 november 2013
Dina, N. (2010). Makalah Anak Autis. . [Online]. Tersedia : http://blogpoenyadina.blogspot.com/2010/12/makalah-anak-autis.html. 21 november 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar